KPU Sumedang Gelar Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi PDPB Triwulan III Tahun 2025
Sumedang – Kamis, 2 Oktober 2025, bertempat di Aula KPU Kabupaten Sumedang, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sumedang menyelenggarakan Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) Triwulan III Tahun 2025. Rapat pleno dibuka secara resmi oleh Ketua KPU Kabupaten Sumedang, Ogi Ahmad Fauzi. Agenda rekapitulasi kemudian dibacakan oleh Divisi Perencanaan, Data, dan Informasi (Rendatin) KPU Sumedang. Kegiatan ini diikuti oleh jajaran anggota KPU Kabupaten Sumedang, Sekretaris KPU, serta kasubbag dan staf sekretariat. Selain itu, turut hadir tamu undangan dari berbagai instansi terkait, antara lain Bawaslu Kabupaten Sumedang, Polres Sumedang, Kodim 0610 Sumedang, Lapas Kelas II B Sumedang, RSUD Sumedang, serta Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Sumedang. Rapat pleno berjalan lancar dan kondusif, ditutup oleh Ketua KPU Kabupaten Sumedang dengan penyerahan Berita Acara Rekapitulasi PDPB Triwulan III Tahun 2025 kepada dinas dan lembaga terkait sebagai bentuk laporan resmi dan transparansi. ....

SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT
Yth. Bapak/Ibu/Sdr/i Dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan oleh KPU Kabupaten Sumedang dalam rangka pelaksanaan Evaluasi Reformasi Birokrasi Tahun 2025, kami mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) pada tautan sbb: https://bit.ly/SKMKPUSumedang2025 Partisipasi Bapak/Ibu dalam survei ini akan sangat membantu kami untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan kami, sehingga kami bisa meningkatkan kualitas pelayanan yang kami berikan kepada Bapak/Ibu. Atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih. ....

Harapan Kami untuk KPU Jawa Barat: Mewujudkan Budaya Kerja yang Inklusif dan Kolaboratif
Sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil yang akan bergabung dalam lingkungan kerja Komisi Pemilihan Umum Jawa Barat, kami memiliki harapan besar terhadap budaya kerja yang akan kami jalani. Kami percaya bahwa keberhasilan institusi dalam menyelenggarakan pemilu yang demokratis tidak hanya ditentukan oleh sistem yang kuat, tetapi juga oleh budaya kerja yang sehat, inklusif, dan kolaboratif. Budaya kerja inklusif berarti setiap individu merasa dihargai, didengarkan, dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang tanpa memandang latar belakang, jenis kelamin, usia, atau status sosial. Dalam konteks KPU Jawa Barat yang melayani masyarakat yang sangat beragam, nilai-nilai inklusivitas menjadi semakin penting. Kami berharap agar setiap pegawai dapat menyuarakan ide dan pendapatnya tanpa rasa takut, serta mendapatkan dukungan dalam pengembangan kapasitas dan kompetensi pribadi. Selain itu, kolaborasi antarpegawai dan antarbidang harus menjadi ruh dalam bekerja. KPU Jawa Barat sebagai lembaga yang melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaan tugasnya memerlukan koordinasi yang erat, komunikasi yang terbuka, dan semangat gotong royong yang tinggi. Kami berharap ada ruang-ruang formal maupun informal yang mendorong kerja tim, saling berbagi pengetahuan, serta menghargai peran dan kontribusi setiap individu. Sebagai CPNS, kami siap beradaptasi dan belajar dari para senior. Namun, kami juga ingin berkontribusi dengan semangat baru, inovasi, serta pendekatan yang segar dalam menyelesaikan tugas-tugas kelembagaan. Kami berharap KPU Jawa Barat memberikan ruang bagi ide-ide baru serta membangun sistem manajemen yang terbuka terhadap perubahan dan perbaikan. Salah satu wujud nyata yang kami harapkan adalah pelatihan-pelatihan lintas bidang, forum diskusi internal, serta mentoring yang mendorong pertumbuhan profesional dan pribadi. Dengan mewujudkan budaya kerja yang inklusif dan kolaboratif, kami percaya KPU Jawa Barat tidak hanya akan menjadi lembaga yang profesional dan terpercaya, tetapi juga tempat kerja yang menyenangkan, suportif, dan penuh semangat. Inilah harapan kami sebagai bagian dari generasi baru ASN: bekerja dengan hati, bersinergi dengan sesama, dan membangun demokrasi bersama. (Mohamad Akmal Aldeyae, S.H) ....

Peran KPU dalam Demokrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai badan penyelenggara Pemilihan Umum merupakan salah satu ujung tombak pelaksana demokrasi di Indonesia. Tanpa hasil kerja keras KPU mungkin Indonesia tidak dapat melakukan pergantian periode jabatan Presiden, DPR, DPD, DPRD. Di tengah aneka ragam budaya, geografi, dan politik Indonesia, keberadaan KPU menjadi simbol komitmen bangsa terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang sejati. Tugas dan Tanggung Jawab KPU KPU memiliki tanggung jawab besar dalam setiap tahapan pemilu. Mulai dari pendaftaran pemilih, penyusunan daftar pemilih, hingga pelaksanaan pemungutan suara, KPU memastikan setiap warga negara yang memenuhi syarat dapat menyalurkan hak pilihnya. Selain itu, KPU juga bertugas mendidik masyarakat tentang proses pemilu, mengawasi jalannya kampanye, menghitung suara, dan mengumumkan hasil pemilihan. Semua tugas ini menuntut ketelitian dan integritas tinggi agar hasil pemilu mencerminkan kehendak rakyat secara akurat. Tantangan yang Dihadapi KPU Menjaga demokrasi tidaklah mudah, terutama dengan tantangan yang dihadapi KPU. Indonesia, dengan lebih dari 17.000 pulau, menghadirkan kendala logistik yang luar biasa untuk menjangkau seluruh pemilih. KPU juga harus mencegah kecurangan pemilu, seperti manipulasi suara, serta menjaga kepercayaan publik terhadap sistem pemilihan. Tantangan lainnya adalah meningkatkan partisipasi pemilih, terutama di daerah terpencil yang sulit diakses dan memiliki keterbatasan informasi. Dalam konteks ini, pendidikan pemilih menjadi salah satu kunci keberhasilan KPU. Independensi dan Imparsialitas KPU Kunci utama keberhasilan KPU adalah independensi dan imparsialitasnya. KPU harus bebas dari tekanan politik atau intervensi pihak mana pun agar pemilu berjalan adil. Transparansi dalam setiap langkahnya juga penting untuk membangun kepercayaan masyarakat. Tanpa netralitas, legitimasi hasil pemilu dapat dipertanyakan, yang berpotensi mengguncang stabilitas demokrasi. (Hilal Shafwanto, S.Kom) ....

Ortug dan Nilai-nilai Integritas: Menanamkan Etika Sejak Langkah Pertama; (Membangun kesadaran akan pentingnya integritas pribadi dan institusi)
Integritas adalah sebuah fondasi kepercayaan masyarakat kepada Lembaga publik. Tanpa integritas, roda pemerintahan kehilangan arah dan kepercayaan publik pun runtuh, meninggalkan demokrasi dalam bayang-bayang kerapuhan. Maka dari itu Orientasi Tugas (Ortug) bukanlah sekadar formalitas, tetapi Ortug berperan sebagai titik awal yang penting untuk menanamkan etika pada setiap individu yang memasuki peran yang bertanggung jawab. Pada fase orientasi inilah prinsip-prinsip etika harus ditanamkan, bukan sebagai slogan, tetapi sebagai panduan yang memandu setiap tindakan. Ortug bukan sekadar rangkaian panduan teknis; ia adalah ruang awal pembentukan pola pikir dan karakter seorang aparatur sipil negara (ASN). Pada tahap inilah nilai-nilai integritas harus ditanamkan dengan penuh kesadaran dan kejujuran. Menjunjung kejujuran meski tanpa sorotan atasan, berpegang teguh pada prinsip-prinsip etika, serta berani mengambil keputusan yang mengutamakan kepentingan publik adalah wujud nyata integritas pribadi. Ketika nilai-nilai ini tumbuh dari kesadaran diri, ia akan membentuk cara seseorang menjalankan tugas dengan tanggung jawab, ketulusan, dan rasa hormat terhadap amanah yang diemban. Namun lebih dari itu, Ortug juga memainkan peran penting dalam membentuk integritas kelembagaan. Sebuah institusi yang kuat tidak sekadar berdiri di atas sistem dan regulasi, melainkan bertumpu pada insan-insan yang menjunjung tinggi etika dalam setiap tindakan. Kebiasaan-kebiasaan yang mulai terbentuk sejak masa orientasi, seperti keterbukaan dalam komunikasi, akuntabilitas terhadap tanggung jawab, serta profesionalisme dalam bersikap, akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya kerja lembaga itu sendiri. Nilai-nilai inilah yang kelak akan menjadi denyut nadi kelembagaan yang bersih, terpercaya, dan berwibawa. Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum menunjukkan konsistensinya dalam menjaga integritas kelembagaan melalui pelaksanaan Ortug yang rutin diselenggarakan setiap kali ada penerimaan CPNS. Kegiatan ini menjadi wujud nyata dari upaya menanamkan nilai-nilai etika dan tanggung jawab sejak awal masa pengabdian. Dalam menghadapi dinamika tantangan masa kini, pelaksanaan Ortug yang terus dikontekstualisasikan akan semakin memperkuat pembentukan aparatur yang tidak hanya cakap secara teknis, tetapi juga kokoh dalam integritas. Dengan demikian, kesadaran etika jangka panjang dapat dibentuk secara efektif dan berkelanjutan. Integritas bukanlah sesuatu yang dapat dipelajari hanya dalam satu pertemuan, melainkan sebuah api yang perlu dinyalakan sejak awal. Ortug berperan sebagai percikan pertama, sebuah kesempatan berharga untuk menetapkan nada, harapan, dan visi bagi kepemimpinan yang berlandaskan etika. (Mohamad Nesta Fazarahman, S.Kom) ....

Membangun Profesionalisme Sejak Dini di KPU Jawa Barat
Membangun profesionalisme di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat sejak dini adalah penting untuk memastikan kualitas pemilu yang baik, karena SDM KPU berperan dalam seluruh proses pemilu, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan. Kualitas pemilu yang baik bergantung pada profesionalitas SDM KPU dalam melaksanakan tugasnya, seperti menekankan pentingnya disiplin, tanggung jawab, dan etika kerja sejak awal penugasan. Pentingnya disiplin sangat krusial dalam membangun profesionalisme kerja di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Disiplin yang kuat, seperti disiplin kehadiran dan kerapihan berpakaian, merupakan cerminan dari komitmen terhadap integritas dan akuntabilitas lembaga. Disiplin membantu memastikan KPU menjalankan tugasnya dengan profesional dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Ini menciptakan kepercayaan publik terhadap KPU sebagai lembaga yang kredibel. Disiplin juga membantu membangun kekompakan tim di lingkungan kerja KPU. Ketika semua anggota tim memiliki rasa disiplin yang sama, maka akan tercipta suasana kerja yang lebih harmonis dan produktif. Disiplin membantu mencegah pelanggaran aturan, terutama yang berkaitan dengan netralitas ASN dalam pemilu. Ini penting untuk menjaga persatuan dan kesatuan dalam pemilu yang damai. KPU yang disiplin akan menunjukkan profesionalisme dalam setiap aspek kerjanya, ini akan memperkuat citra KPU sebagai lembaga yang kompeten dan dapat diandalkan. Membangun kode etik bagi penyelenggara KPU sejak dini sangat penting untuk memastikan penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil, dan demokratis. Kode etik harus menjadi pedoman perilaku bagi setiap anggota KPU, baik di tingkat pusat maupun daerah, serta di tingkat adhoc seperti PPS dan KPPS. Membangun etika profesionalisme kerja di Komisi Pemilihan Umum (KPU) sangat penting untuk menjamin kepercayaan publik terhadap proses pemilu. KPU telah menetapkan kode etik yang mengatur perilaku penyelenggara pemilu, termasuk terkait tugas, fungsi, dan kewajiban. Kode etik ini berfungsi sebagai pedoman bagi anggota KPU dalam menjalankan tugasnya dengan integritas dan profesionalitas. Etika dalam Komisi Pemilihan Umum (KPU) sangat penting untuk memastikan penyelenggaraan Pemilu yang adil, jujur, dan transparan. KPU dan penyelenggara. Membangun rasa tanggung jawab penyelenggara KPU sejak dini dapat dilakukan melalui pendidikan politik dan sosialisasi kepada masyarakat, khususnya generasi muda. KPU perlu memberikan informasi yang jelas tentang proses pemilu, pentingnya partisipasi, dan dampak keputusan politik, serta pentingnya menjaga integritas dan profesionalisme dalam penyelenggaraan pemilu. (Fahira Ainun Nisa, S.H) ....

Publikasi
Opini

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai badan penyelenggara Pemilihan Umum merupakan salah satu ujung tombak pelaksana demokrasi di Indonesia. Tanpa hasil kerja keras KPU mungkin Indonesia tidak dapat melakukan pergantian periode jabatan Presiden, DPR, DPD, DPRD. Di tengah aneka ragam budaya, geografi, dan politik Indonesia, keberadaan KPU menjadi simbol komitmen bangsa terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang sejati. Tugas dan Tanggung Jawab KPU KPU memiliki tanggung jawab besar dalam setiap tahapan pemilu. Mulai dari pendaftaran pemilih, penyusunan daftar pemilih, hingga pelaksanaan pemungutan suara, KPU memastikan setiap warga negara yang memenuhi syarat dapat menyalurkan hak pilihnya. Selain itu, KPU juga bertugas mendidik masyarakat tentang proses pemilu, mengawasi jalannya kampanye, menghitung suara, dan mengumumkan hasil pemilihan. Semua tugas ini menuntut ketelitian dan integritas tinggi agar hasil pemilu mencerminkan kehendak rakyat secara akurat. Tantangan yang Dihadapi KPU Menjaga demokrasi tidaklah mudah, terutama dengan tantangan yang dihadapi KPU. Indonesia, dengan lebih dari 17.000 pulau, menghadirkan kendala logistik yang luar biasa untuk menjangkau seluruh pemilih. KPU juga harus mencegah kecurangan pemilu, seperti manipulasi suara, serta menjaga kepercayaan publik terhadap sistem pemilihan. Tantangan lainnya adalah meningkatkan partisipasi pemilih, terutama di daerah terpencil yang sulit diakses dan memiliki keterbatasan informasi. Dalam konteks ini, pendidikan pemilih menjadi salah satu kunci keberhasilan KPU. Independensi dan Imparsialitas KPU Kunci utama keberhasilan KPU adalah independensi dan imparsialitasnya. KPU harus bebas dari tekanan politik atau intervensi pihak mana pun agar pemilu berjalan adil. Transparansi dalam setiap langkahnya juga penting untuk membangun kepercayaan masyarakat. Tanpa netralitas, legitimasi hasil pemilu dapat dipertanyakan, yang berpotensi mengguncang stabilitas demokrasi. (Hilal Shafwanto, S.Kom)

Integritas adalah sebuah fondasi kepercayaan masyarakat kepada Lembaga publik. Tanpa integritas, roda pemerintahan kehilangan arah dan kepercayaan publik pun runtuh, meninggalkan demokrasi dalam bayang-bayang kerapuhan. Maka dari itu Orientasi Tugas (Ortug) bukanlah sekadar formalitas, tetapi Ortug berperan sebagai titik awal yang penting untuk menanamkan etika pada setiap individu yang memasuki peran yang bertanggung jawab. Pada fase orientasi inilah prinsip-prinsip etika harus ditanamkan, bukan sebagai slogan, tetapi sebagai panduan yang memandu setiap tindakan. Ortug bukan sekadar rangkaian panduan teknis; ia adalah ruang awal pembentukan pola pikir dan karakter seorang aparatur sipil negara (ASN). Pada tahap inilah nilai-nilai integritas harus ditanamkan dengan penuh kesadaran dan kejujuran. Menjunjung kejujuran meski tanpa sorotan atasan, berpegang teguh pada prinsip-prinsip etika, serta berani mengambil keputusan yang mengutamakan kepentingan publik adalah wujud nyata integritas pribadi. Ketika nilai-nilai ini tumbuh dari kesadaran diri, ia akan membentuk cara seseorang menjalankan tugas dengan tanggung jawab, ketulusan, dan rasa hormat terhadap amanah yang diemban. Namun lebih dari itu, Ortug juga memainkan peran penting dalam membentuk integritas kelembagaan. Sebuah institusi yang kuat tidak sekadar berdiri di atas sistem dan regulasi, melainkan bertumpu pada insan-insan yang menjunjung tinggi etika dalam setiap tindakan. Kebiasaan-kebiasaan yang mulai terbentuk sejak masa orientasi, seperti keterbukaan dalam komunikasi, akuntabilitas terhadap tanggung jawab, serta profesionalisme dalam bersikap, akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya kerja lembaga itu sendiri. Nilai-nilai inilah yang kelak akan menjadi denyut nadi kelembagaan yang bersih, terpercaya, dan berwibawa. Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum menunjukkan konsistensinya dalam menjaga integritas kelembagaan melalui pelaksanaan Ortug yang rutin diselenggarakan setiap kali ada penerimaan CPNS. Kegiatan ini menjadi wujud nyata dari upaya menanamkan nilai-nilai etika dan tanggung jawab sejak awal masa pengabdian. Dalam menghadapi dinamika tantangan masa kini, pelaksanaan Ortug yang terus dikontekstualisasikan akan semakin memperkuat pembentukan aparatur yang tidak hanya cakap secara teknis, tetapi juga kokoh dalam integritas. Dengan demikian, kesadaran etika jangka panjang dapat dibentuk secara efektif dan berkelanjutan. Integritas bukanlah sesuatu yang dapat dipelajari hanya dalam satu pertemuan, melainkan sebuah api yang perlu dinyalakan sejak awal. Ortug berperan sebagai percikan pertama, sebuah kesempatan berharga untuk menetapkan nada, harapan, dan visi bagi kepemimpinan yang berlandaskan etika. (Mohamad Nesta Fazarahman, S.Kom)

Membangun profesionalisme di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat sejak dini adalah penting untuk memastikan kualitas pemilu yang baik, karena SDM KPU berperan dalam seluruh proses pemilu, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan. Kualitas pemilu yang baik bergantung pada profesionalitas SDM KPU dalam melaksanakan tugasnya, seperti menekankan pentingnya disiplin, tanggung jawab, dan etika kerja sejak awal penugasan. Pentingnya disiplin sangat krusial dalam membangun profesionalisme kerja di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Disiplin yang kuat, seperti disiplin kehadiran dan kerapihan berpakaian, merupakan cerminan dari komitmen terhadap integritas dan akuntabilitas lembaga. Disiplin membantu memastikan KPU menjalankan tugasnya dengan profesional dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Ini menciptakan kepercayaan publik terhadap KPU sebagai lembaga yang kredibel. Disiplin juga membantu membangun kekompakan tim di lingkungan kerja KPU. Ketika semua anggota tim memiliki rasa disiplin yang sama, maka akan tercipta suasana kerja yang lebih harmonis dan produktif. Disiplin membantu mencegah pelanggaran aturan, terutama yang berkaitan dengan netralitas ASN dalam pemilu. Ini penting untuk menjaga persatuan dan kesatuan dalam pemilu yang damai. KPU yang disiplin akan menunjukkan profesionalisme dalam setiap aspek kerjanya, ini akan memperkuat citra KPU sebagai lembaga yang kompeten dan dapat diandalkan. Membangun kode etik bagi penyelenggara KPU sejak dini sangat penting untuk memastikan penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil, dan demokratis. Kode etik harus menjadi pedoman perilaku bagi setiap anggota KPU, baik di tingkat pusat maupun daerah, serta di tingkat adhoc seperti PPS dan KPPS. Membangun etika profesionalisme kerja di Komisi Pemilihan Umum (KPU) sangat penting untuk menjamin kepercayaan publik terhadap proses pemilu. KPU telah menetapkan kode etik yang mengatur perilaku penyelenggara pemilu, termasuk terkait tugas, fungsi, dan kewajiban. Kode etik ini berfungsi sebagai pedoman bagi anggota KPU dalam menjalankan tugasnya dengan integritas dan profesionalitas. Etika dalam Komisi Pemilihan Umum (KPU) sangat penting untuk memastikan penyelenggaraan Pemilu yang adil, jujur, dan transparan. KPU dan penyelenggara. Membangun rasa tanggung jawab penyelenggara KPU sejak dini dapat dilakukan melalui pendidikan politik dan sosialisasi kepada masyarakat, khususnya generasi muda. KPU perlu memberikan informasi yang jelas tentang proses pemilu, pentingnya partisipasi, dan dampak keputusan politik, serta pentingnya menjaga integritas dan profesionalisme dalam penyelenggaraan pemilu. (Fahira Ainun Nisa, S.H)

Saya mendapat sebuah pengalaman baru yang berharga sekaligus membangkitkan nilai integritas setelah mengikuti Orientasi Tugas (Ortug) sebagai CPNS di KPU Jawa Barat selama tiga hari terakhir. Sebagai seseorang yang sebelumnya hanya bisa menyaksikan proses pemilu dari layar kaca, kini saya menyadari bahwa menjadi bagian dari pesta demokrasi terbesar di Indonesia adalah hal yang tidak sederhana. Ortug bukan sekadar agenda pengenalan pekerjaan. Di dalamnya, saya memahami esensi tugas kami sebagai bagian dari KPU: menjaga kepercayaan publik, menjunjung tinggi integritas, dan memastikan proses demokrasi berjalan jujur serta adil. Di setiap sesi, kami diajak merenungi bahwa setiap surat suara yang tercoblos adalah hasil kerja panjang yang dimulai jauh sebelum hari pemilihan tiba. Sebagai CPNS, yang terpikir pertama kali dalam benak adalah “birokrasi berarti rutinitas”. Namun melalui Ortug, saya melihat bahwa menjadi ASN di KPU berarti harus siap menghadapi situasi yang fluktiatif, bekerja dalam tekanan waktu, dan tetap menjaga netralitas dalam setiap keputusan. Ini bukan sekadar pekerjaan, tapi juga sebuah amanah yang melekat dalam diri kami sebagai pelayan negara. Saya juga merasakan nilai sinergi yang kuat di lingkungan KPU. Dimana suasana kerja dibangun atas dasar kepercayaan, serta rekan-rekan yang saling menyemangati satu sama lain. Bagi saya, ini bukan hanya tempat bekerja, tapi juga merupakah sebuah ruang belajar. Meski begitu, satu hal lain yang perlu disadari adalah tantangan ke depan di lembaga negara ini tidaklah mudah. KPU acapkali berada di tengah perputaran politik yang dinamis, dimana seringkali menjadi sorotan publik. Karena itu, sikap disiplin dan transparansi dalam bekerja merupakan sebuah keharusan. Kami dituntut untuk bekerja secara akurat, cepat, dan tetap menjaga integritas pribadi maupun kelembagaan. Ortug mengajarkan bahwa demokrasi bukan hanya tentang pemilu lima tahunan. Demokrasi adalah sistem yang harus terus dijaga setiap har. Dan kami, para CPNS, adalah bagian dari barisan itu. Peran kami mungkin belum besar, tapi kami diberi fondasi yang kuat untuk tumbuh dan berkontribusi. Refleksi ini menyadarkan saya bahwa menjadi bagian dari KPU adalah sebuah kehormatan sekaligus tanggung jawab. Saya siap melangkah, membawa semangat Ortug sebagai bekal awal untuk mengabdi dengan sepenuh hati, demi demokrasi yang lebih baik di masa depan. (Muhammad Faris, S.Kom)

Menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Komisi Pemilihan Umum (KPU) bukan sekadar perubahan status dari warga negara menjadi abdi negara, melainkan sebuah transformasi peran yang sarat tanggung jawab, tantangan, dan tekad yang kuat. Sebagai ASN di KPU, kami memikul beban besar dalam menjaga integritas demokrasi Indonesia, khususnya melalui pelaksanaan pemilu yang jujur, adil, dan transparan. Tanggung jawab utama ASN KPU adalah menjalankan fungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan masyarakat, dan perekat persatuan bangsa. Dalam konteks KPU, tanggung jawab ini semakin berat karena ASN harus memastikan seluruh tahapan pemilu berjalan sesuai aturan, tanpa intervensi politik atau kepentingan golongan tertentu. Netralitas menjadi prinsip utama yang harus dijaga, ASN KPU wajib bebas dari pengaruh politik dan tidak boleh memihak pada peserta pemilu mana pun, demi menjaga keadilan dan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi. Namun, tantangan yang dihadapi tidaklah ringan. Dalam praktiknya, tekanan politik, fanatisme terhadap partai, serta hubungan kekerabatan dengan aktor politik sering kali menguji netralitas ASN. Faktanya, masih banyak ASN yang belum memahami sepenuhnya batasan etika dan aturan netralitas, bahkan penegakan sanksi atas pelanggaran pun belum optimal. Selain itu, dalam suasana politik yang memanas menjelang pemilu, godaan untuk terlibat dalam politik praktis sangat besar. ASN KPU juga harus mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi dan menjaga literasi digital agar tidak terjebak dalam penyebaran informasi yang dapat memengaruhi netralitas. Di tengah tantangan tersebut, tekad kami sebagai ASN KPU adalah tetap berpegang teguh pada prinsip profesionalisme, integritas, dan loyalitas kepada negara, bukan kepada individu atau kelompok politik. Kami sadar, setiap tindakan dan keputusan yang diambil akan berdampak langsung pada kualitas demokrasi dan legitimasi hasil pemilu. Oleh karena itu, kami terus meningkatkan kompetensi, memperkuat pengawasan internal, serta aktif mengikuti pelatihan dan sosialisasi etika ASN agar dapat menjalankan tugas secara optimal. Transisi dari warga negara menjadi abdi negara di KPU adalah perjalanan yang penuh makna. Kami tidak hanya bekerja untuk negara, tetapi juga untuk masa depan demokrasi Indonesia yang lebih baik. Dengan semangat pengabdian, kami siap menghadapi tantangan dan menjaga amanah sebagai penjaga demokrasi bangsa. (Sugih Sopian, S.Kom)